5 Fakta Menarik Tentang Islam di Vietnam
Vietnam yang bernama resmi Republik Sosialis Vietnam adalah negara paling timur di Semenanjung Indochina di Asia Tenggara. Vietnam berbatasan dengan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut, Kamboja di sebelah barat daya dan di sebelah timur terbentang Laut China Selatan. Negara terpadat ke-13 di dunia ini,
Vietnam adalah salah satu negara Komunis di dunia. Pastinya agama apapun, termasuk Islam tidak mendapatkan tempat dalam aturan pemerintahan. Namun, apakah Vietnam mengekang rakyatnya yang beragama? Sebagai agama minoritas, bagaimanakah Islam meneruskan kehidupan di negera yang dijuluki Vietnam Rose itu. Tahukah, jika di negara ini, Islam pernah berkembang dan bahkan mempengaruhi penyebaran Islam di Nusantara? Ada fakta-fakta menarik tentang Islam di Vietnam, mulai dari sejarah hingga keadaan Islam dan muslim di salah satu negara ASEAN tersebut. Berikut adalah ulasannya:
- Sisa-sisa Peradaban Kerajaan Champa
Di antara anda mungkin pernah mendengar Kerajaan Champa. Seorang putri dari kerajaan tersebut di era akhir Kerajaan Majapahit, yang biasa disebut dengan Putri Champa. Kerajaan Champa (bahasa Vietnam: Chiêm Thành) adalah kerajaan yang pernah menguasai daerah yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan (termasuk sebagian Kamboja), diperkirakan antara abad ke-7 sampai dengan 1832 M.
Sebelum Champa, terdapat kerajaan yang dinamakan Lin-yi (Lam Ap), yang didirikan sejak 192, tetapi hubungan antara Lin-yi dan Champa masih belum jelas. Komunitas masyarakat Champa, saat ini masih terdapat di Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Pulau Hainan (Tiongkok). Bahasa Champa termasuk dalam rumpun Aistronesia.
Sebelum penaklukan Champa oleh by Lê Thánh Tông, agama dominan di Champa adalah Syiwaisme dan budaya Champa sangat dipengaruhi oleh India. Islam mulai memasuki Champa setelah abad ke-10. Namun, baru setelah invasi 1471, pengaruh agama ini menjadi semakin cepat. Pada abad ke-17 keluarga bangsawan Champa juga mulai memeluk agama Islam. Orang-orang Cham (sebutan untuk orang-orang Kerajaan Champa, berorientasi kepada Islam. Pada Vietnam menganeksasi wilayah mereka, mayoritas orang Cham telah memeluk agama Islam.
- Ikut Andil Menguatkan Islam Secara Politis di Jawa
Walau mayoritas telah memeluk Islam, budaya muslim Cham masih dipengaruhi oleh Hindu. Catatan-catatan di Indonesia menunjukkan adanya pengaruh Putri Anarawati atau Dwarwati, seorang Putri Champa yang beragama Islam, terhadap suaminya, Brawijaya V, sehingga beberapa keluarga Kerajaan Majapahit akhirnya memeluk agama Islam. Makam Putri Champa dapat ditemukan di Trowulan, situs ibukota Kerajaan Majapahit.
Sejarah Putri Champa memang beragam. Bahkan makamnya saja kontroversi, ditemukan di berbagai tempat. Cerita pertama, Putri Champa adalah istri Sunan Giri yang terkenal dengan romantisme kisah percintaan mereka berdua. Sehingga ada makam Putri Champa di Dusun Petukangan Kelurahan Gending berjarak 4 km dari alon-alon Kota Gresik ke arah barat daya, 2 km dari bekas Giri Kedaton.
Cerita kedua, Putri Champa adalah istri Prabu Brawijaya V dari Majapahit. Dari pernikahan ini lahirlah Raden Patah, pediri Kerajaan Demak. Maka jika menganut pada cerita ini, Putri Champa atau di Jawa disebut dengan Cempo, adalah bibi dari Sunan Ampel. Makam Putri Champa versi ini, ada di Trowulan Mojokerto di belakang Pendopo Agung, dekat dengan monumen Amukti Palapa Gajah Mada.
Cerita ketiga berasal dari Desa Bonang Lasem Rembang. Putri Champa yang dimakamkan disana dipercaya sebagai putri dari Syaikh Ibrahim Asmarakandi bernama Dewi Kasyifah. Sejak kecil ia menuntut ilmu ke Champa dan disana diangkat anak oleh seorang Tionghoa muslim. Dewi Kasyifah dinikahkan dengan Raja Brawijaya dengan syarat orang-orang Tionghoa diizinkan tinggal di Jawa dan dijaga keselamatannya. Dari pernikahan itu lahirlah Raden Patah.
Setelah Raden Patah diangkat sebagai Sultan Demak pertama, pada tahun abad 15 M., Dewi Kasyifah mengunjungi sang putra bertepatan dengan adanya musyawarah para wali. Atas permintaan Raden Ibrahim Sunan Bonang, serta persetujuan R. Patah beserta Ibunya Dewi Indrawati diajak ke Bonang Lasem untuk mengajar dan dan memimpin para Muslimat di Bonang. Akhirnya Putri Campa ibu Raden Patah menjadi muballighah hingga akhir hayatnya. Beliau wafat dan dimakamkan di dekat Pasujudan Kanjeng Sunan Bonang di desa Bonang Lasem.
Fakta bahwa Raden Patah adalah putra Putri Champa juga diperdepatkan oleh berbagai sumber. Babat Tanah Jawi dan Kronik Kuil Sam Po Kong cenderung memberikan keterangan bahwa sebenarnya Putri Champa dinikahi Brawijaya V Bhree Kertabumi sebelum menjadi raja, masih menjabat sebagai Putra Mahkota. Bahkan, Raden Patah dikatakan bukan sebagai putra pasangan Brawijaya-Putri Champa, melainkan hasil pernikahan Brawijaya dengan seorang selir dari Gresik putra saudagar sekaligus ulama keturunan China, Tan Go Hwat atau Kiai/Syaikh Bantong.
Tak hanya nasab dan keturunannya, perbedaan pendapat juga muncul dimanakah letak Champa itu. Ada yang mengatkan Champa ada di Vietnam Tengah dan Selatan dengan nama Kerajaan Champa, hal itu diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Christiaan Snouck Hurgronje, orientalis Belanda yang mengatakan Champa ada di sekitar Kamboja-Vietnam. Pendapat lain mengatakan Champa ada di Tiongkok, hal itu condong kepada cerita yang menyangkut Putri Champa sebagai Istri Sunan Giri. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud Champa adalah Jeumpa di Aceh. Itu adalah pendapat Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, Jenderal Hidia Belanda dari Kerajaan Inggris dalam bukunya “The History of Java”.
Terlepas dari kontroversi cerita yang berkembang, Putri Champa ikut andil dalam penyebaran dan penguatan Islam secara politik di Tanah Jawa, terutama melalui Kerajaan Majapahit yang dipimpin Prabu Brawijaya V. Putri Champa atau Putri Cempo melahirkan seorang putra yang menjadi Raja Muslim pertama di Jawa melalui Demak Bintaro atas bantuan dan dukungan para wali. Putri Champa bisa dikatakan adalah salah satu cikal bakal Islam berkembang di Jawa dari gerakan bawah tanah, menjadi gerakan politik yang kuat.
- Agama Minoritas yang Terus Meningkat
Kaum Muslim di Vietnam hanyalah sebuah komunitas kecil. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah yang biasa disebut Distrik VIII. Dahulu, ketika wilayah itu masih bernama Saigon, daerah tersebut merupakan tempat generasi keturunan Kerajaan Champa tinggal atau biasa disebut dengan orang Cham. Sisa-sisa kerajaan itu masih ada di bagian tengah dan selatan Vietnam.
Kantor berita AFP, pada tahun 2010 lalu, merilis data jumlah penduduk muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa. Namun, menurut situs religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di Ibu kota Ho Chi Minh mencapai 5.000 orang. Rumah makan yang menawarkan makanan halal dan masjid-masjid serta madrasah juga banyak ditemukan.
Secara umum, total populasi Muslim, terutama dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang. Namun, hasil survei yang dilakukan The Pew Research Center pada Oktober 2009, menyatakan bahwa jumlah umat Islam di Vietnam mencapai 71.200 jiwa. Angka itu mengalami kenaikan dibandingkan data hasil sensus pada 1999 yang hanya mencapai 63.146 jiwa.
Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan Province, 24 persen di Provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen di Kota Ho Chi Minh. Sekitar 22 persen menetap di wilayah Sungai Mekong, khususnya di Provinsi An Giang. Sisanya, sekitar 1,0 persen tersebar di wilayah-wilayah lainnya.
Berdasarkan data dari pemerintah, Islam adalah agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang berkembang di Vietnam. Kegiatan keagamaan masih dibawah kontrol pemerintah Vietnam yang beraliran komunis. Namun, kegiatan ibadah bagi masing-masing dapat dijalankan dan berkembang dengan baik.
- Secara Kultural Lebih dekat dengan Malaysia dan Indonesia
Sekarang ini ada sekitar 16 masjid di kota Ho Chi Minh. Kebanyakan dari masjid tersebut didanai oleh negara-negara Timur Tengah. Salah satunya adalah Masjid Jamiul Anwar yang dibangun pada 2006. Masjid itu didanai oleh Uni Emirat Arab dan Palang Merah.
Meskipun kerap mendapatkan bantuan dari Timur Tengah, tetapi hubungan erat umat Muslim di Vietnam justru lebih terjalin dengan Malaysia dan Indonesia. Karena mereka merasa lebih dekat secara kultural. Hubungan erat itu dimulai sekitar 20 tahun yang lalu, saat Vietnam secara bertahap membuka diri secara ekonomi. Bahkan pendatang dari Indonesia dan Malaysia sejak abad 17 M telah berdatangan ke Champa untuk membantu mengembangkan agama Islam. Itulah kenapa corak budaya Islam di Vietnam tidak jauh beda dengan Indonesia dan Malaysia.
Saat itu, sekitar abad 14 M Vietnam yang diwakili Kerajaan Champa telah memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Malaka. Hubungan itu terus berlanjut dari kegiatan ekonomi menjadi dakwah Islam. Sampai sekarang kerap kali pengajar agama, dai atau imam dari Malaysia didatangkan ke Vietnam. Sebaliknya, banyak pemuda muslim Vietnam yang telah menamatkan madrasah dikirim ke Malaysia untuk meneruskan belajar meraka.
Hubungan erat dengan Indonesia secara kultural tentunya terjalin karena adanya pernikahan Putri Champa dengan Raja Brawijaya V penguasa Majapahit. Sejak itu, Islam di Jawa semakin berkembang, karena kerajaan Hindu paling berpengaruh di Nusantara itu, telah hampir mengalami kehancuran karena perebutan kekuasaan, pemimpinan yang tidak cakap, serta adanya tekanan dari Kerajaan Demak, yang tak lain dipimpin oleh keturunan Majapahit Sendiri yaitu putra pasangan Brawijaya-Champa, Raden Patah (terlepas dari kontroversi).
- Bebas Beribadah Tetapi Sukar Dapat Kerja
Walau berada di bawah kekuasaan pemerintah komunis yang mengontrol dengan ketat, muslim Cham dapat menjalankan ibadah dengan bebas dan nyaman. Bahkan banyak fasilitas dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada muslim Cham, terutama dalam hal pendidikan. Namun, hal itu dirasa kurang cukup, karena kebutuhan akan pendidikan tinggi yang belum terpenuhi. Sebaliknya jumlah madrasah sangat banyak. Sehingga banyak dari pelajar muslim yang merantau ke Malaysia untuk meneruskan studi.
Islam yang berkembang di Vietnam adalah beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani berkembang di daerah Ninh Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlalu populer karena mengadopsi pengaruh budaya domestik dan memiliki pengaruh kuat dari India.
Ajaran tersebut dianggap menyimpang. Di antara ajaran yang paling disorot adalah ajaran ibadah yang hanya cukup diwakilkan oleh Imam saja, seperti puasa, shalat, dan haji. Kekurangan dai dan imam yang mumpuni dalam pengetahuan agama yang benar, dianggap menjadi pemicu. Selain itu, ajaran yang sudah lama dianut ini sudah sangat mengakar, sehingga susah untuk dicabut.
Walau kebebasan ibadah dijamin pemerintah, warga Cham mengaku sangat kesulitan mencari pekerjaan. Kendati daerah pinggiran Sungai Mekong adalah daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh turis, tak membuat mereka sejahtera. Pedagang yang menjajakan makanan dan kerajinan khas Vietnam disana adalah orang-orang Vietnam, bukan Muslim Cham.
Sebagian besar dari mereka adalah petani, nelayan, berdagang kecil, tetapi kebanyakan memilih melakukan urbanisasi ke kota untuk mencari pekerjaan. Mereka yang sukses adalah yang mempunya pendidikan tinggi dan dapat meneyesuaikan diri di kota besar, seperti Ho Chi Minh. Itulah yang membuat masyarakat muslim Cham di Vietnam tidak berkembang secara pesat dibandingkan dengan agama-agama lainnya, karena tertinggal dalam ekonomi dan pendidikan.
Itulah 5 fakta menarik tentang Islam di Vietnam, negeri Komunis yang sempat terkoyak oleh perang saudara yang memecahnya menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Komunis yang dibekingi Rusia dan China menang atas nasionalis yang dibantu Amerika yang melakukan invasi. Komunis menjadi penguasa sampai sekarang. Namun, yang patut disyukuri adalah kebebasan dalam beragama masih dijaga, walau akses ekonomi dan pendidikan harusnya juga lebih diperhatikan, karena pemuda-pemudi Cham juga adalah masa depan Vietnam.
~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah yang Bijak & Sopan Santun !